Kepribadian Individu dan Kepribadian
Umum.
Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi
(1990; 101-131) memberikan penjelasan bahwa ilmu psikologi mempelajari
kepribadian individu, sedangkan antropologi dibantu ilmu psikologi mempelajari
keribadian umum. Kepribadian individu pada umumnya ditinjau segi isi tiap unsur
kepribadian itu, seperti adanya pengetahuan, perasaan, serta sasaran dari
kendak dan keinginan dan emosi seorang individu. Bahwasanya satu tingkahlaku
berpola, yang menjadi suatu kebiasaan (habit) disebabkan oleh satu macam
materi. Seperti kebiasaan manusia makan pagi untuk kesehatan yang menbantu
pelaksanaaan kegiatan rutin setiap hari Sedangkan kepribadian sesungguhnya
disebabkan oleh berbagai macam materi.
Ilmu psikologi umumnya membantu para ahli ilmu antropologi
untuk memahami adat istiadat serta sistem sosial
dari suatu masyarakat. Antropologi juga mempelajari kepribadian sebagian besar
warga suatu masyrakat dalam rangka memahami keribadian umum, atau watak umum. Koentjaraningrat
melalui buku itu (halaman 135-176) diperoleh penjelasan bahwa kesadaran
individu akan kebutuhan lingkungan sosial, akan membantunya memahami dan
menyadari akan adanya suatu tanggung jawab berupa hak dan kewajiban. Pemahaman
yang baik akan hak dan kewajiban yang diikuti tindakan yang berlangsung secara
terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan yang baik, akan membentuk
kepribadian yang positip, yaitu manusia yang memiliki pribadi yang hidup – yang
sadar akan tanggung jawab sebagai makhluk individual, sosial, dan Tuhan. Perlu
ditegas bahwa kesadaran akan tanggung jawab itu, berarti menempatkan kesadaran
hak sejajar dengan kesadaran kewajiban. Jika ditanya, apa hak seorang pribadi,
tentu jawabnya adalah memperoleh (1) hidup yang baik, (2) hidup yang benar, (3)
hidup yang nyaman, tenteram, dan damai sejahtera.
Apa kewajiban dari seorang pribadi, tentu (1) melaksanakan
perintah Tuhan dalam rangka hidup baik, (2) bekerja dengan disiplin, teliti,
cermat, mau bekerjasama agar sampai pada jenjang hidup yang benar, (3)menaati
nilai, norma, hukum adat istiadat dalam rangka hidup nyaman, tenteram,dan
sebagainya. Seseorang yang telah memperoleh segala haknya, sesungguhnya karena
seseorang itu telah melaksanakan kewajibannya dengan baik. Seseorang yang
memperoleh nilai A dalam suatu pekerjaan, adalah karena kewajiban belajar
dengan cara benar, dan baik. Nilai A dengan cara benar dan baik merupakan prestasi
yang memberikan hidup yang nyaman, tenteram.
Musik Dan Penciptanya
Musik ditinjau dari segi proses dan nilai keindahannya
adalah suatu keyakinan seseorang sekaligus mewakili
keyakinan masyarakat lingkungan penciptaannya. Karena dari segi pemikiran,
imajinasi atau gambaran keindahan, seorang komponis dipengaruhi lingkungan
tempat penyerapan nilai-nilai yang dibutuhkan , baik sosial budaya, maupun
eko system/resonansi multi interaksi lingkunganya. Seperti yang dikatakan oleh
Soedarsono (1985; 17), bahwa “seni budaya sebagai ekspresi perasaan manusia
merupakan kebutuhan yang berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan
manusia dan lingkungannya”.
Keyakinan, menjadi sikap dasar pemahaman gagasan, penentuan
cara dan
tindakan
yang tepat dalam proses penciptaan seni. Berdasarkan keyakinannya, komponis akan mempersiapkan saeana, alat, dan
memutuskan suatu gagasan, menentukan
cara dan tindakan untuk memproses gagasan atau ide melalui penciptaan. Hardjana
(1983; 75) menyatakan, “bahwa di belahan dunia timur tradisional, pada umumnya
memandang dunia musik dalam kaitannya dengan ajaran-ajaran etika, moral,
kepercayaan dan sebagainya”. Proses penciptaan menyerap ide, gagasan, cara yang
tepat untuk mewakili budaya , keyakinan masyarakat agar karya seni itu berfungsi
menjadi jembatan dan sarana transformasi yang tepat tentang ajaran-ajaran yang
diwakilinya.
Musik dengan bentuk dan struktur melalui melodi, irama, dan
harmoni yang seimbang, pada umumnya mempertemukan berbagai sifat dan nilai
kemanusiaan, seperti sifat lembut, tegas, keras, dan lain sebagainya. Siang dan
malam dengan berbagai variasinya merupakan sifat hakiki alam semesta yang
digambarkan sebagai irama. Semua sifat yang baik yang diserap dari lingkungan
alam maupun lingkungan sosial budaya tempat karya itu lahir dan berlembang
mampu memberikan pengaruh pada diri manusia yang mendengarkannya. Oleh karena
itu, Hartoko (1985; 67) menyatakan bahwa musik memiliki kekuatan atau pengaruh,
berfungsi melonggarkan pengalaman pribadi. Lewat seni musik yang bermutu tinggi
perasaan dididik menjadi kritis, bisa membedakan unsur merusak dan membangun,
sekedar perangsang murahan atau pengejawantahan nilai-nilai manusiawi dan
abadi. Plato dengan pernyataannya yang terkenal yaitu bahwa musik itu adalah
untuk jiwa, karena musik diciptakan oleh manusia, sehingga cocok menjadi alat
dan sarana pendidikan bagi manusia muda.
Fungsi Musik Sebagai Karya kebudayaan
Koentjarangrat (1990; 203-204), menjelaskan bahwa ada tujuh
unsur kebudayaan, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan,
orgaisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian. Dalam kesenian terwujudlah
(1) unsur universal berupa gagasan-gagasan, ciptaan-ciptaan pikiran,
ceritera-ceritera dan syair yang indah, (2) tindakan-tindakan interaksi berpola
antara seniman pencipta, penyelenggara, sponsor, pendengar, penonton dan konsumen. Van Peursen (1984; 19), mengatakan bahwa kultur itu
mengenai nilai kerohanian, moral, etik, dan estetitik yang telah dicapai oleh
suatu bangsa.
Karya musik merupakan cara manusia memandang dunia yang
indah, sesuai kemampuan imajinasi masing-masing komponis. Didalamnya tertuang
berbagai elemen budaya yang membentuk struktur yang memberikan kesan dan pesan.
Masyarakat penikmat musik memperoleh hiburan, informasi, pengetahuan, dan esensi
kehidupan karena telah dihayati komponis secara baik pada saat penciptaannya. Sebagai
simbol kebudayaan, musik digunakan sebagai materi pelajaran yang membantu
membentuk kepribadian. Sejarah mencatat bahwa musik (1) pada jaman Yunani Kuno,
berfungsi sebagai sarana pencapaian tujuan pendidikan etika,(2) Abad Pertengahan,
berfungsi sebagai pendidikan etika dan religious, (3) Jaman Renaisan berfungsi
sebagai sarana pendidikan etika, religious, estetika, dan humanis sesuai alam
rasionalisme renaisan, (4) Jaman Barok, sebagai sarana pendidikan etika, estetika,
pengetahuan musik,(5) Jaman Klasik, berfungsi sebagai sarana pendidikan etika, pengetahuan
musik, estetika, religious, (6) Jaman Rimantik, berfungsi sebagai sarana etika,
pendidikan, dan religious, (7) Pada jaman modern, sebagai pendidikan etika,
religious, pendidikan, hiburan, dan estetika.
Pembelajaran Musik Sebagai Pengembangan
Kepribadian
Guru-guru pada umumnya sangat paham bahwa tidaklah semua
musik yang
diciptakan
manusia dapat dijadikan sarana dalam dunia pendidikan. Para guru memilih
berdasarkan klasifikasi, pengelompokan musik, sehingga diperoleh bahan
pembelajaran
yang sesuai dengan tingkatan sekolah dan kelas.
Tujuan
pendidikan musik di sekolah dapat diklasifikasikan menjadi empat aspek,
a.
tujuan
pengembangan sikap siswa.
b.
pengembangan
kepekaan cita rasa keindahan siswa
c.
pengembangan
kemampuan kreatifitas seni.
d.
Keterampilan
music
Pengembangan sikap
Sikap sebagai reaksi terhadap stimulus, pada umumnya
berdasarkan nilai-nilai yang dianut dan diyakini oleh manusia secara pribadi.
Sikap itu didasarkan pada pertimbangan yang menjadikannya bernilai medial, dan
final. Nilai-nilai universal dalam kehidupan manusia sebagai pribadi, yaitu:
1.
Pengembangan
Nilai-nilai social
Tertuang nilai-nilai sosial dalam karya
musik yang berfungsi sebagai norma dan peraturan untuk dihayati dan
dilaksanakan sebagai bentuk tanggungjawab di masyarakat. Bentuk tanggungjawab
itu merupakan hak dan kewajiban untuk memperlancar, membangun, serta meningkatkan
peradaban manusia.
2.
Pengembangan
Nilai-Nilai Religius
Banyak karya yang diciptakan berdasarkan pengalaman
religius, dan menjadi fondasi yang ditegakkan didalamnya. Nilai-nilai religius
umumnya menegaskan keteladanan yang menjadi sinar yang menerangi kehidupan
manusia di dunia.